Menurut hasil survei, generasi milenial diketahui mengalami kesulitan dalam memiliki rumah sendiri meskipun pemerintah telah menyediakan bantuan berupa KPR bersubsidi. Dengan strategi yang sesuai, sebenarnya milenial tidak akan mengalami kesulitan dalam memiliki rumah, namun kenyataannya masih banyak di antara mereka yang menghadapi kesulitan dalam membeli rumah. Berikut ini adalah lima alasan yang menjadi penyebab generasi milenial kesulitan memiliki rumah sendiri, di antaranya adalah gaya hidup yang tinggi.
1. Gaya Hidup Tinggi
Salah satu alasan utama mengapa kaum milenial kesulitan membeli rumah adalah karena gaya hidup yang tinggi. Mayoritas dari mereka menganut prinsip "you only live once" (YOLO), yang membuat mereka cenderung mengutamakan gaya hidup mewah dan hedonistik dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, fenomena media sosial juga turut mempengaruhi, di mana banyak generasi milenial yang ingin terlihat mapan dan bergaya mewah di platform daring, sehingga rela menghabiskan sejumlah besar uang untuk mendapatkan pengakuan dari sesama maupun para pengikutnya.
2. Kenaikan Harga Rumah
Harga rumah yang terus meningkat merupakan alasan lain mengapa kaum milenial kesulitan membeli rumah. Jika dahulu dengan dana sebesar Rp 300 juta sudah dapat membeli rumah yang layak, kini harganya naik menjadi Rp 500 juta.
Hal ini mendorong milenial untuk menunda pembelian rumah karena dana yang dimiliki masih belum mencukupi.
3. Persyaratan KPR yang Ketat
Persyaratan yang ketat untuk mengajukan KPR juga menjadi faktor yang memengaruhi kemampuan kaum milenial untuk membeli rumah. Meskipun KPR merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk memiliki rumah, namun syarat-syarat yang rumit dan ketat seringkali membuat mereka kesulitan mendapatkannya.
4. Ketidakstabilan Pekerjaan
Banyak milenial Indonesia yang memilih pekerjaan dengan sistem freelance atau bekerja lepas, karena fleksibilitasnya yang memungkinkan mereka bekerja dari mana saja dan kapan saja. Namun, sistem kerja ini juga berdampak pada ketidakstabilan pendapatan. Karena pendapatan yang tidak tetap, milenial sulit memenuhi persyaratan pinjaman hipotek dari bank atau lembaga keuangan lainnya.
5. Beban Utang
Mayoritas generasi milenial memiliki penghasilan yang tidak menentu. Untuk memenuhi gaya hidup yang mereka inginkan, banyak dari mereka yang memilih untuk berhutang. Beban cicilan utang dapat menjadi cukup tinggi, terutama karena mereka sering berhutang untuk membeli barang-barang yang sifatnya tidak mendesak atau penting seperti kendaraan bermotor dan peralatan elektronik. Hal ini membuat angan-angan memiliki rumah semakin menjauh bagi generasi milenial.
Melihat permasalahan tersebut, menjadi penting bagi pemerintah dan pihak terkait untuk mencari solusi yang dapat membantu generasi milenial dalam membeli rumah dan meraih stabilitas finansial yang lebih baik.