Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Communications Earth & Environment mengungkap hubungan yang mengkhawatirkan antara perubahan iklim dan inflasi.
Studi ini menunjukkan bahwa pemanasan global dan cuaca ekstrem diprediksi akan memicu kenaikan harga dan inflasi pangan secara global.
Peneliti dari Institut Potsdam untuk Penelitian Dampak Iklim dan Bank Sentral Eropa memproyeksikan peningkatan rata-rata inflasi pangan sebesar 3,23% per tahun secara global pada tahun 2035.
Dalam skenario terburuk, inflasi pangan di beberapa negara dapat menembus angka 4% per tahun.
Kenaikan temperatur Bumi dan lelehan gunung es akibat perubahan iklim diprediksi menjadi penyebab utama inflasi pangan ini.
Hal ini akan mengganggu produksi pangan global, meningkatkan biaya transportasi dan penyimpanan, serta memicu kekurangan pasokan komoditas pangan di seluruh dunia.
"Perubahan iklim mulai memengaruhi berbagai sektor perekonomian, meningkatkan biaya perumahan di daerah-daerah dengan risiko iklim tinggi, serta memicu kekurangan pasokan komoditas pangan di seluruh dunia, mulai dari minyak zaitun hingga kakao," ujar para peneliti.
Dampak inflasi ini diprediksi tidak akan merata, dengan negara-negara di Afrika dan Amerika Selatan akan merasakan tekanan terbesar.
Para peneliti menekankan bahwa mitigasi gas rumah kaca secara tegas dapat secara signifikan mengurangi dampak inflasi ini.
"Tekanan-tekanan tersebut dapat diatasi dengan pendekatan kebijakan yang tepat, namun para peneliti juga memperingatkan bahwa jika emisi tidak dikurangi maka dampak inflasi akan semakin buruk," kata para peneliti.